Kisah Tengku di Aceh yang Kebal Berkat Jimat Rantai Babi

Sponsored




Belakangan, Terworgt berhasil menuntaskan hasratnya. Tengku Di Cot Plieng syahid di tangan pasukan yang dipimpinnya pada 2 Juli 1905, di Hulu Sungai Tiro, Pidie.

Tengku Di Cot Plieng terkenal licin. Belanda bahkan menaruh decak kagum terhadap ulama juga pejuang Aceh penerus estafet perjuangan Syekh Saman Di Tiro itu, kendati akhirnya, dia syahid di tangan mereka.

Operasi memburu Tengku Di Cot Plieng sudah lama dilakukan. Pada 1904, pasukan Belanda dipimpin Kapten Stoop menemukan jejaknya di antara dua aliran sungai Gunung Keulabeu, namun, Sang Tengku lolos dari 'lubang maut'.

Hari itu menjadi awal kekalahan Tengku Di Cot Plieng. Belanda menemukan azimat beserta sebuah mushaf alquran miliknya, yang biasanya selalu dibawa kemana pun dia pergi.

Benda keramat yang dimiliki Tengku Di Cot Plieng rupanya menjadi alasan mengapa prajurit Belanda kecut saat menghadapinya. Sudah jadi rahasia umum, ulama dan pejuang Aceh acap ditemukan menyimpan benda keramat yang membuat mereka memiliki kekuatan, seperti, tidak terlihat saat berhadapan dengan musuh.

Tengku Di Cot Plieng disebut-sebut punya benda keramat lain, selain yang ditemukan Belanda. Benda keramat itu adalah 'rante bui' atau rantai babi yang dipercaya membuat tubuh Tengku Di Cot Plieng kebal peluru atau senjata tajam.

Konon, setelah Sang Tengku tertembak, Belanda mengusung jenazahnya ke salah satu bivak mereka. Setelah berhari-hari dibiarkan di bivak untuk proses identifikasi, tubuh Tengku Di Cot Plieng tak membusuk.

Untuk memastikan apakah jenazah itu Tengku Di Cot Plieng atau bukan, Belanda memanggil Panglima Polem. Di hadapan Sang Mayat, Panglima Polem menabik, lalu bersujud, sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada pemilik jenazah.

Panglima Polem melepas azimat 'rante bui' yang ada di tubuh Tengku Di Cot Plieng. Dia lalu menyerahkan azimat itu kepada G.C.E van Daalen, namun, gubernur militer itu menolak, karena tak percaya dengan hal mistis.

Kisah mengenai Tengku Di Cot Plieng dan azimat 'rante bui' miliknya ditulis H.C. Zentgraff dalam bukunya berjudul 'Aceh'. Konon, perjalanan azimat Tengku Di Cot Plieng berakhir di sebuah museum yang ada di Belanda.

"Ketika kami berjumpa, Panglima Polem bilang, hal itu merupakan rahasia Tuhan," tulis mantan redaktur Java Bode itu, perihal keanehan tubuh Tengku Di Cot Plieng yang tidak membusuk.

Di kemudian hari, foto azimat 'rante bui' milik Tengku Di Cot Plieng diabadikan dalam buku 'Perang di Jalan Allah' karya Alfian Ibrahim, sejarawan, juga eks Dekan Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada. Buku setebal 282 halaman gubahan Sang Profesor terbit pada 1987.

 



Credit



Kisah Tengku di Aceh yang Kebal Berkat Jimat Rantai Babi.

Sponsored

Popular Posts

Copyright 2011. All rights reserved.
artist photos