Berdasarkan hasil riset yang dilakukan CISAH, di tempat itu hanya ada tiga buah batu nisan yang tarikh wafatnya lebih tua dari Sultan Malikussaleh. Hal ini, mementalkan literasi sejarah bahwa kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaam Islam tertua di Asia Tenggara.
"Kita temukan tiga nisan yang tarikh wafat lebih awal, ketimbang wafatnya pendiri kerajaan Samudera Pasai. Berarti orang ini, lebih awal (wafatnya) dari Sultan Malikussaleh," ujar Abdul Hamid, kepada Liputan6.com, Rabu siang (30/1/2019).
Sayangnya, makam muslimin tertua di Asia Tenggara ini belum tercatat sebagai situs cagar budaya. Selama ini, yang merawat dan menjaga makam adalah warga setempat dengan jalan gotong royong.
"Kalau tercatat sebagai situs cagar budaya, otomatis makam sudah ada juru pelihara," ujar pria yang akrab disapa Abel ini.
Secara terpisah, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Utara, Nur Liana, membenarkan tiga makam muslimin tertua di Asia Tenggara tersebut belum teregistrasi sebagai cagar budaya. Namun, usaha untuk meregistrasi makam-makam tersebut agar tercatat sebagai cagar budaya terus dilakukannya.
"Bukan tidak ada upaya. Di Aceh Utara terlalu banyak situs makam. Saya sudah mendaftarkan 70 lebih. Ketika kita mengatakan satu cagar budaya itu harus ada rekom dari TACB atau Tim Ahli Cagar Budaya. Dan kita, sampai hari ini, belum punya," ungkap Nur, kepada Liputan6.com.
Peraturan registrasi sebuah situs sebagai cagar budaya, sebut Nur, harus sesuai dengan aturan dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Namun, dirinya sendiri mengakui, makam-makam tersebut merupakan cagar budaya.
Simak video pilihan berikut ini:
Sosok Misterius Bongkar Makam Keramat di Aceh.