Sebelumnya lembaga penggiat anti korupsi di Sulsel ramai-ramai mendesak penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel agar segera memeriksa seluruh anggota legislator Makassar dalam penyelidikan kasus dugaan kegiatan reses fiktif DPRD Makassar tahun anggaran 2016/2017 itu.
"Semua anggota dewan di DPRD Makassar harus didalami keterlibatan dalam kasus ini. Apalagi penggunaan dana reses cukup besar," kata Direktur Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Abdul Muthalib.
Menurutnya, sangat memungkinkan dugaan penyimpangan dana reses terjadi akibat kegiatan reses fiktif. Di mana anggaran yang dikeluarkan cukup besar untuk kegiatan tersebut.
"Masa reses mengikuti masa persidangan, yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam setahun atau 14 kali reses dalam periode 5 tahun masa jabatan DPRD," terang Muthalib.
Adapun biaya kegiatan reses, kata dia, didukung pada belanja penunjang kegiatan pada Sekretariat DPRD. Dana yang tersedia pada penunjang kegiatan reses pada prinsipnya adalah untuk dipertanggungjawabkan, bukan hanya untuk dilaksanakan apalagi untuk dihabiskan.
"Setiap rupiah yang dikeluarkan harus dapat dipertanggungjawabkan yang didukung dengan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah. Nah, pembuatan laporan penggunaan anggarannya ini yang sangat rawan direkayasa. Hanya sekali turun reses misalnya. Tapi dilaporan, mereka katakan tiga kali reses," ungkap Muthalib.
Jika benar nantinya anggaran dana reses DPRD Makassar tahun anggaran 2015-2016 tersebut terdapat laporan dan data fiktif, maka seluruh anggota DPRD yang melaporkan data fiktif tersebut harus bertanggung jawab.
"Karena jelas telah memenuhi unsur dugaan menyalahgunakan wewenangnya. Yang bersangkutan bisa dikenakan pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," Muthalib menandaskan.
Perkembangan Kasus Dugaan Korupsi Jalan dan Parkir di Sulsel.